Senin, 11 Februari 2013

Selamat Datang Anggota Baru


Hari Kamis merupakan hari kemerdekaan bagi saya. Mengapa demikian? Karena hanya hari Kamis lah yang bisa membuat saya pulang dengan wajah ceria. Setiap Kamis pulangnya sedikit lebih cepat. Yaitu jam setengah 4 sore. Ditambah dengan isi tas yang tidak terlalu membebani saya, karena mata pelajaran di hari Kamis tidak banyak. Sore ini langit tampak murung, entah kenapa. Saya belum sempat bertanya kepadanya. Daripada saya bertanya tanpa dijawab, lebih baik saya bergegas pulang karena kalau tidak segera yang ada saya akan terkena muntahan air dari langit yang sangat luas ini.
Saya begerak menuju halte di depan sekolah. Berharap masih ada angkutan yang kosong dan datang dengan cepat. Ternyata harapan saya belum dipenuhi-Nya. Rintik hujan mulai menampakkan bercak di ruas Jalan Jend. Gatot Subroto yang lumayan macet. Resah melanda hati yang sepi ini. Tidak ada yang menemani saya sekarang. Dengan inisiatif pendek, dengan segera tangan saya menyetop Blue Bird tanpa memikirkan entah berapa kocek yang harus saya robek demi menaiki si burung biru ini.
“Mau ke mana, mbak?” Tanya seorang sopir yang kira-kira seumuran dengan ayah saya.
“Ke jalan Gaperta Ujung ya, Pak.. Bisa?” Saya bertanya lewat jendela yang dibuka setengah oleh pak sopir
“Bisa, mbak. Silakan masuk.”
Saya langsung menarik handle pintu taxi dan masuk. Sepanjang perjalanan, tangan saya tak henti-hentinya menepukkan handphone ke pipi. Bego, saya pikir. Saya melihat cargo taxi yang menunjukkan angka Rp 3.500,- ketika berada di Jalan Kapt. Muslim. “Ah masih murah.” Saya pikir. Tapi melihat kondisi jalan yang sangat macet, hati saya was-was. Cukup gak ya ini uang? Ah bodo, kan ada orang rumah. Tinggal minta uang aja, kok susah?
Akhirnya setelah 20 menit menempuh perjalanan yang tidak terlalu jauh, akhirnya saya turun di depan rumah saya. Alhamdulillah ongkosnya masih bisa saya bayar pake sisa uang saku tadi siang. Dengan wajah yang sumringah, saya bergerak ke halaman. Satu pandangan yang membuat saya terkejut serta bahagia ketika melihatnya. Seekor kucing berwarna abu-abu dengan postur tubuh yang sangat gemuk tengah tertidur di kursi teras. “Kucing siapa ini?” Saya langsung mendekati si kucing lucu itu.
“Hey… Kamu siapa? Kenapa bisa di sini? Ibu yang bawa kamu ke sini ya? Kamu kok lucu banget siiih?” Saya mengutik perutnya yang buncit sehingga ia terbangun.
Terlihatlah sorot mata yang penuh kedamaian, penuh kesetiaan, dan sangat bersahabat menatap saya dengan serius. Dia menguapkan mulutnya, layaknya manusia ketika terbangun dari tidur. Lucu sekali. Lalu ia turun dari kursi dan mendekati saya sambil mengelus-eluskan kepalanya ke sepatu saya. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, Ibu.
“Eh…kok malah mainin kucing bukannya masuk…” Ibu melihat saya dengan tatapan bahagia.
“Ntar dulu, bu… Ini kucing siapa?” Saya membelai badan si kucing.
“Kucing kita. Tadi ibu beli dari bude Endang. Indi suka?”
“Aaaa suka banget. Makasih ya, bu.” Saya memeluk Ibu.
“Sekarang dia jadi anggota baru di rumah ini. Namanya Dayen!”
“Hahaha iya iya, namanya Dayen. Plesetennya Giant ya, bu?” Kami berdua tertawa di Kamis senja yang mendung.
Mulai hari ini, Dayen sudah resmi bergabung menjadi anggota jealous family. Wuhuuuuuuy \(´▽`)/ ­­ (˘⌣˘ʃ♥ƪ )