4 Maret 2013, di mana ujian semester diadakan untuk seluruh
siswa kelas XII berhubung waktu yang sangat mepet mendekati UN. Saya bergerak
menuju sekolah mulai merasa gelisah, bukan karena tidak belajar semalamnya
namun karena sesuatu akan terjadi nanti, di kelas. Entah apa itu saya belum
bisa menerka. Saya hanya membathin semoga tidak terjadi apa-apa.
Seperti biasa ruas jalan Gaperta Ujung menuju jalan Kapten
Muslim disesaki oleh kendaraan yang berpacu terhadap tujuannya masing-masing.
Saya melirik jam tangan, oh masih jam 7. Masih belum telat. Memasuki pasar
tradisional Sei Sikambing pun tampak mobil Satpol PP sedang menertibkan ruas
jalan yang dipadati oleh pedagang kaki lima. Macet semakin parah. Duh, jarum
panjang jam bergerak menuju angka 3. Dan 10 menit lagi bel akan berbunyi. Jarak
sei sikambing menuju Panca Budi tidaklah jauh, kurang lebih 100m. Namun karena
kemacetan ini membuat saya merasa risih.
Sesampainya di depan gedung B (Gedung SMA) saya langsung naik
ke lantai 3, ruang 304. Kelas XII IPA A. Syukurlah Pak Erwin belum datang. Dan
saya baru sadar kalo jam tangan saya kecepatan 20 menit. Oke ini lebay. Saya
duduk di bangku saya (di depan meja guru) sambil bersandar. Menunggu menit demi
menit memasuki waktu ujian, Bahasa Indonesia. Seisi kelas sama sekali tidak
menampakkan wajah khawatir karena akan menghadapi ujian yang tinggal beberapa
menit lagi. Ada yang sibuk sama laptopnya, ada yang sibuk sama charger bb nya,
ada yang sibuk sama ceritanya, ga ngerti
Bel pun berkumandang dengan lantangnya, mengagetkan saya yang
masih terduduk lemas di bangku. Menyadari siluet itu mulai terlihat di ujung
pintu kelas, kami pun bubar dari kegiatan masing-masing. Saya langsung
menggeret kursi duduk di nomor 2 paling depan, tepatnya di belakang orang
paling pintar di kelas ini. Sabut saja dia SK. Dengan tatapan sinis dia
bertanya, “Duduk di belakangku?”
“Keberatan?” jawabku tanpa memandang wajah cantiknya. -_-
“Enggak kok, yaudah di sini aja.” Katanya sambil tersenyum.
Hewwwhh. Saya pun mengatur posisi duduk yang tepat, karena
malamnya leher saya kesleo. Meja saya rapatkan ke dinding agar saya bisa
bersandar. Kertas ujian dibagikan beserta lembar jawabannya. HAH? Saya hampir
berteriak.
“Pak… Ini lembar jawabannya gak salah?” tanyaku bingung.
“Apanya yang salah? Emang itu kertasnya.” Jawab Pak Erwin
yang masih membagikan ke murid yang lain.
Berkali - kali saya membalik kertas tersebut. Masih gak
yakin. “Pak… Yakin ini lembar jawabannya?”
“Ya ampun, Janu… Emangnya kenapa?”
“Pak, wajar lah saya bingung. Saya sekolah di sini udah tiga
tahun. Dan baru kali ini pake lembar jawaban yang bulatannya lebar - lebar kaya
gini. Lagian ini kan bukan LJK… Terus ini lembar soalnya gak salah, Pak? Kok
cuma 30 soal? Biasanya 40?”
“Kerjakan aja. Gausah banyak tanya.” Pak Erwin duduk di
bangkunya.
Terserah sih, saya malah merasa untung jadi ga perlu
buang-buang waktu ngisi LJK. Soalnya kolom namanya diisi pake pulpen, bukan
pake pensil 2B yang harus dihitamkan. Ditambah lagi soalnya cuma 30. Amazing.
Soal nomor satu say abaca perlahan. Oh gak ada masalah. Sampai ke nomor…. 16.
“A… B… C… D… E… Yang mana yang ku pilih…. Hah masa A? Ulangin
lagi. Yang mana yang kupilih…. Sekarang D. Yang bener yang mana sih?” Saya
berceloteh sambil menghitung kancing baju.
Belum sempat beralih ke nomor 17, tiba - tiba hadir sepucuk
kertas ukuran 5cm x 7cm dari depan bangku saya. Oh my God, SK minta jawaban
nomor 16. Giliran ga tau aja dia mau nanya. Isi kertas itu :
“Jan, nomor 16
jawabannya B atau C?”
Saya jawab :
“Gak dua-duanya…”
Dia membalas :
“Tau dari mana?”
Saya membalas lagi :
“Barusan aku
ngitung kancing baju, jawabannya antara A sama D.”
Gak lama dia membalas :
“Kau yakin
jawabanmu bener?”
Se-menit tak saya hiraukan, tetapi saya tidak tega
melihat wajahnya yang memelas menghadap saya dengan susah payah. Akhirnya saya
jawab :
“Tergantung.
Kalo jawabannya memang itu, ya bener lah.”
SK tak lagi menghadapkan wajahnya ke arah saya. Tampaknya dia
serius dengan lembar jawabannya. Perlahan saya mulai mengantuk, karena malamnya
saya gak tidur. Biasa lah, anak muda. Saya merebahkan kepala saya di atas meja
yang beralaskan tas sebagai bantalnya. Nyaris saya tertidur, lagi - lagi SK
mengusik ketenangan jiwa. Kali ini dia memberikan sepucuk kertas dengan warna
yang berbeda. Dengan mata yang masih terpicing, saya memandang kertas itu.
Isinya:
18. D
19. B
20. E
21. C
22. A
23. D
24. B
25. C
26. A
27. E
28. C
29. A
30. B
“Aku
tau Janu lagi ngantuk, ini jawaban no. 18-30. Cepat disalin, kalo mau tidur ya
tidur aja. Daripada nanti sakitnya kambuh”
Tanpa pikir panjang, saya langsung menyalin jawaban yang
disodorkan si professor ini. Dalam hitungan menit, saya pun selesai
mengerjakannya. Tak lupa saya membalas sepucuk kertas dari SK :
“Makasih ya,
sepucuk kertasmu sangat membantu J ”
- Janunyu -