Selasa, 03 Maret 2015

Seonggok Daging



Sore itu, aku tidak sabar menunggu mata kuliah ditutup. Karena ada orang yang telah berjanji untuk menemuiku, kamu.
Seusai perkuliahan, aku bergegas keluar kelas dan menuruni anak tangga. Kudapati kamu sedang berjalan menuju tempat yang kita janjikan. Kupanggil namamu, dan kau pun menoleh ke belakang sambil melambaikan tangan.
Aku berlari kecil menghampirimu yang tampaknya baik-baik saja, tidak seperti aku yang berada pada titik kebimbangan atas perasaanku terhadapmu dan perasaanku untuknya.
“Kita mau ke mana?” tanya mu dengan suara khas yang selalu menggetarkan rongga hati ini, memulai pembicaraan.
“Bebas…” jawabku dengan senyum pahit bercampurkan getaran bersalah.
Lalu kita memilih tempat yang pernah kita kunjungi.
Kamu duduk tepat dihadapanku, kesalahan yang sampai detik ini tak bisa kumaafkan. Karena aku tak kuasa menyembunyikan besarnya gelombang cinta yang kerap kali terpancar di wajahku ketika kau tersenyum.
“Kamu apa kabar? Sudah lama kita tidak seperti ini, sepertinya kamu sibuk.” Kamu mendekatkan wajahmu ke depan.
Aku…. Hanya bisa mencari-cari alasan yang tepat, menerawang ke langit-langit cafĂ© untuk menjawab pertanyaan sederhana itu, “aku baik. Bukannya selama ini kamu yang tidak pernah ada waktu untukku?”
“Aku….”
“Kamu terlalu sibuk dengan organisasi mu yang baru itu, kan?”
“Itu semua demi melupakan mantanku…”
Aku bahkan sudah bisa menebak jawaban apa yang akan kau muntahkan. Aku menarik napas panjang untuk memulai semuanya, memulai cerita yang belum saja kumulai, namun berakhir di saat itu juga, “aku mau cerita banyak ke kamu, ini soal…”
“….. jangan bilang ini tentang laki-laki. Laki-laki mana lagi yang singgah di hidupmu, lalu pergi tanpa pamit?”
“Hmm sebenarnya…”
“––– sebenarnya aku malas untuk membahas soal perasaan lagi. Aku capek dengan semua aturan-aturan saat menjalin hubungan. Aku muak dengan ketidak-bebasan bersosial ketika berpacaran. Aku capek terlalu dikekang sama pacarku.”
“AKU BELUM SELESAI NGOMONG!” medadak nada bicaraku meninggi.
“Maaf…”
Kuteguk chocolate hangat yang sedari tadi tak kusentuh, berusaha mencari kekuatan untuk melanjutkan. “Aku sedang dekat dengan seorang cowo. Tapi dia lebih muda dari aku. Awalnya aku cuma iseng dekatin dia, tapi makin lama makin ke sini aku malah…”
“KAMU YANG JATUH HATI SAMA DIA?” berganti suaramu setengah menuduh dan membentak.
IYA! Itu semua aku lakukan karena kau adalah bayang-bayang yang sama sekali tak dapat kusentuh. Kau tak tau betapa aku sangat menyayangimu, hingga aku tak mau merasakan sakit yang lebih dalam ketika kau tak pernah berusaha untuk selalu berada di dekatku. Terlebih kau sedang berusaha untuk melupakan mantanmu, dan tentu aku tidak mau menjadi pelampiasanmu. Aku mundur sebelum berjalan ke depan.
“Kenapa kamu diam?” suaramu menghentikan jeritan hatiku.
“Iya, giliran aku jatuh hati beneran sama dia. Dia selalu ada waktu untukku, dia sanggup untuk melindungiku kapanpun aku membutuhkan dia…” aku berusaha mengatur napasku yang tersengal menahan tangis.
“Oh, gitu.” Kau mengangguk. “Terserah kamu saja. Yang penting aku tidak ingin kamu merasakan sakit hati dan kamu kembali mengajakku untuk bertemu lalu menceritakan tentang hatimu yang disakitinya.”
Lama aku  merenungi kejadian ini hingga saat ini, saat tulisan ini akan aku publikasikan. Dan aku sadar, alasan dibalik perubahanmu yang sangat drastis terhadapku. Kini, kita tidak seperti dulu. Tidak seperti janjimu yang akan selalu melindungiku, menjagaku, karena aku adalah malaikat kecilmu.
Kembali aku memutar memori itu, kembali aku menitikkan air mata jika bercermin dengan keadaan kita yang sekarang. Kau dan aku semakin menjauh. Tak lagi sama, tak lagi bahagia seperti saat pertama kali kau mengikrarkan bahwa aku adalah sosok yang pas menempati posisi adik terbaik. Aku, hanyalah seonggok daging yang telah salah berharap untuk mengembalikan keadaan seperti dulu lagi.

Jumat, 25 Juli 2014

MOVE ON!!!

Move on. Kata ini udah nggak asing lagi di telinga kita. Terkhusus kepada remaja di era millenium ini. Ummmm… sebenernya move on itu apaan sih? Move on. Move on itu yang biasa dipake buat ngomong di depan umum. (ITU MICROPHONE JAAAAN -_- jauh jauh jauuuh -_-) hehehe becanda. Gue sebenernya agak susah sih ya jelasin yang namanya move on ini. Gue nanya ke nyokap gue, dia blg “jaman ibu ABG dulu belum ada istilah move on menyampah di masyarakat.” Iya juga sih. Anak sekarang pada alay -_-

Jadi gini, move on itu banyak defenisinya ya guys. Kalo menurut gue pribadi, move on itu diartikan kayak kita tuh harus bangkit dari keterpurukan. Dan lo harus inget, istilah move on itu nggak cuma dipake buat orang yang baru putus. “udah deh sob, lo harus move on dari dia. Bla bla bla.” Bukan hanya itu. Misalnya, lo mau masuk PTN nih. Lo udah usaha mati-matian supaya lo lulus di PTN, eh tapi hasilnya tetep aja lo nggak diterima. Trus lo sakit, lo jatuh, lo nggak bisa bangkit lagi, lo tenggelam dalam lautan luka dalam (kok jadi lirik lagunya Cakra Khan deh? -_-) intinya lo bener-bener kayak kehilangan semangat hidup cuma karena lo nggak diterima di PTN. OMG HELLOWWWW! Hidup lo nggak cuma buat di PTN doang. Lo harus bangkit, bukan berarti lo nggak diterima di PTN trus lo putus asa, terpuruk, hilang arah. LET’S MOVE! (sebenernya ini curhatan gue sih :D)

Oke, sekarang pembahasan gue soal MOVE ON yang berkaitan dengan orang yang baru putus. Gue heran deh, seminggu yang lalu ada sampe 4 orang yang putus dari pacarnya trus  curhat ke gue. Tanpa mereka sadari guys, GUE JUGA GALAU. SAMA KAYAK MEREKA! *ngelap ingus* tapi gue berusaha buat nenangin mereka. Gue kasih wejangan biar mereka bisa berbesar hati. Lo tau nggak wejangan itu apa? Itu yang biasa diminum kalo masuk angin, wejang jahe (itu wedang Jan, wedaaang astagfirullah) sumpah ini nggak lucu. Back to the topic, wejangan itu nasehat ya guys. Jadi gue nasehatin mereka supaya nggak berlarut-larut dalam kesedihan. Apa yang gue sampein ke mereka sebenernya apa yang baru aja gue jalanin. Proses. Semua butuh proses walaupun gue nyampein ke mereka tuh rasanya pahit banget.

Ada beberapa kalimat yang pernah gue dengar dan itu rasanya kayak ditampar sakitnya. Dan kalimat-kalimat itu ada benernya. Ibaratnya sih kayak keruntuhan langit, sakiiiit banget!

“kalau memang saling sayang, pasti saling usaha untuk mempertahankan. Kalau yang usaha cuma kamu, tandanya dia nggak sayang. Simple.” – (kalo nggak salah ini katanya Om Mario Teguh)

“kalau mau disayang sama seseorang, sayang dulu sama penciptanya.” – nyokap gue.

“percuma kalau terus-terusan berusaha buat mempertahankan toh dianya udah nggak mau diganggu lagi. Yang ada malah bikin dia merasa risih, ilfil, jatohnya jadi jijik” – Diky (ini yang sakit banget!)

Alhamdulillahnya, ketiga kalimat di atas bisa bikin mereka cheer up lagi *hurraaaaay* kayaknya gue berhasil jadi dokter cinta nih (AHZEEGGG). Ya secara perlahan gue juga belajar dari situ buat ngilangin sakit hati gue. Apa yang gue nasehatin ke mereka, bertubi-tubi adalah nasehat untuk gue sendiri.

Kalo misalnya ditanya sayang sama mantan? Ya sayanglah. Tapi ada satu hal yang harus lo sadari guys, hal itu ujung-ujungnya bakal jadi penyesalan buat lo. Penyesalan datangnya selalu belakangan. Kalo datangnya di awal, itu namanya pendaftaran. Eh nggak gue becanda, kalo datangnya di awal nggak bakalan ada yang namanya kesalahan. Kesalahan apa? Mungkin kesalahan karena lo udah milih mantan lo sebagai bagian dari hidup lo. (“kau adalah kesalahan yang membuatku cintai dirimu” – Kau Curi Lagi by JRocks) Mana ada sih orang yang udah sayang banget sama pasangannya mau putus. Berharapnya bisa langgeng sampe pelaminan, trus bisa bahagia sampe tua. Ya nggak? Tapi kenyataan kadang berbeda dengan apa yang kita harapkan. Kalo ada salah satu yang pengen mutusin hubungan, terlebih secara sepihak, udah lo IYAin aja. Keliatan banget dia nggak ada niat buat bahagia dari, karena, untuk, lo.

Tapi walaupun gitu, kita antara punya dan nggak punya hak untuk membenci mereka. Itu hak tiap orang sih ya. Gue pribadi, jangan sampe gue benci mantan-mantan gue. Kayak yang dibilang David Cook, “Uh darling cause you’ll always be my baby” itu prinsip gue, walaupun nggak bisa sama-sama lagi. Setelah putus hubungan pacaran, ya silakan putus. tapi, jangan sampe mutusin tali silaturrahmi. Kita dan mantan kita berhak memilih yang terbaik buat hidup mereka. Ingat, pilihan itu sifatnya demokratis. Nggak ada yang berhak ngelarang, siapapun itu. Entah kita ataupun siapa aja itu yang dianggapnya terbaik untuk hidupnya, itu ya pilihan dia. Nah buat lo cewe cewe kece yang nggak lebih kece dari gue, lo harus sadar kodrat juga girls! Kodrat kita itu dipilih. Sejelek-jeleknya cowo, dia pasti memilih (bukan dipilih) cewe yang cantik. Dan jangan sepele, lo kira cowo jelek nggak bisa dapet cewe cantik gitu? DI KAMPUS GUE BANYAK! :D

Setelah putus, pasti tiap orang berharap bisa balikan lagi (hanya bagi orang-orang yang tulus mencintai dan menyayangi). Kalo dalam kamus kehidupan gue GAK ADA KATA BALIKAN!

“balikan sama mantan tuh ibarat nonton film yang pernah ditonton, bakal tau endingnya gimana.” – seseorang.

Kayak lagu favorit gue, “we are never ever ever getting back together, we are never ever ever getting back together. You go talk to your friends, talk to my friends talk to me, but we are never ever ever getting back together. Like ever!” by Taylor Swift.

Baiklah readers setia yang selalu menanti-nanti postingan gue, sekian yang bisa gue tampilkan kali ini. Ya sedikit-banyaknya semoga bisa membantu kalian buat lebih menikmati hidup. Satu pesan gue buat lo, lo, dan lo yang masih galau sampai detik ini; “bahagiakan dulu orang tua kalian sebelum kalian membahagiakan orang lain.” - JANU

Eh iya, Lebaran tinggal menghitung hari teman-teman. Lo udah pada minta maaf belum sama mantan-mantan kalian? Bentar lagi mereka bebas dari belenggu Ramadhan lho. HAHAHAHA. Gue, Januarika Indriyani Sahputri mohon maaf lahir dan bathin apabila kecantikan gue yang melebihi ambang batas ini menimbulkan semacam iri dan dengki di hati kalian semua. Maklumin ya hehehe, namanya juga Janu. :D


MWAAAH :*

Minggu, 15 Juni 2014

SEPATU UNTUK SURGAKU



“Tidak semua ibu memiliki anak, tapi semua anak pastilah memiliki seorang ibu.” Aku. Ya, begitupun aku. Memiliki seorang ibu, namun takdir di kemudian hari tidaklah kuketahui akankah kumiliki sosok seorang anak yang kelak memanggilku dengan sebutan “ibu”?

Sembilan bulan aku hidup di dalam rahimmu. Kau jaga aku, agar aku sampai pada saat yang kau nantikan. Hingga detik ini aku masih tetap bernapas, berbicara, dan mengutarakan semua ini di usiaku yang lebih dari sepertiga usiamu.

Tak terasa jutaan langkah telah kulalui, bu. Itu semua tidak lain dan tidak bukan berkat pengorbananmu. Jikalau saja kau tak pernah mengajarkanku berjalan walau tertatih aku tidak akan sampai pada langkah di detik ini.

Tidak semua perbuatanku mampu menyenangkan hatimu. Kadang aku terlalu dini untuk memahami perasaan khawatirmu menjaga titipan dari Tuhan ini. Aku terlalu dini untuk membayangkan kelak aku berada di posisimu yang kerap kali kukecewakan bahkan membuatmua terus-terusan mengelus dada. Aku juga terlalu dini untuk memikirkan tanggung jawab seorang ibu yang bekerja, memasak membimbing, menyekolahkan, dan tentunya menghidupiku yang hampir setiap hari membuatmu kesal.

Kau tidak pernah menuntut diberi intan permata guna membalas seluruh jasa. Kau tidak pernah mengungkit isi dunia yang kau kenalkan melalui kata-kata. Kau lebih dari mampu untuk menjadi sosok yang berharga dan terus memastikan aku tetap bahagia.

Pernah kumencicipi getirnya mencari selembar uang dengan butiran keringat. “Pikirkan kesehatanmu”, adalah nasehat yang akan selalu kuingat. Kusisihkan rupiah-demi-rupiah demi membahagiakan raga yang selalu menjalani hidup dengan semangat. Sadarku tak mampu membalas semua itu dengan cepat.

Ada beberapa bagian dari uang milikku yang telah kutekadkan untuk membeli sesuatu. Apa itu? Entahlah. Aku tidak tahu benda apa yang tak kau miliki. Jikalau ada yang belum terpenuhi, pun aku sadar akan nominal uang digenggamanku. Kuputuskan untuk membeli sepasang sepatu untukmu, bu. Meski aku tahu, sepatu-sepatu yang kau miliki jauh lebih mahal dari yang akan kuberi untukmu. Apalah arti sepatu ini, terlalu sederhana mungkin.

Di rumah, kuberikan sepatu itu untukmu, bu. Dan seperti biasa kau selalu mengeluhkan perihal keborosanku. Tidak. Ini tidak mahal dan aku tidak akan pernah mendekati keborosan dalam hidupku. Aku selalu berpegang teguh pada sikapmu yang selalu menjadi pribadi sederhana dan hemat. Aku tak menghiraukan omelanmu.

Kupinta kau untuk memakai sepatu yang tak seberapa dibanding dengan koleksi yang kau miliki. Dan ternyata. . .ukurannya sesuai dengan kakimu. Aku terlalu terharu hingga aku menitikkan air mata dibalik sebuah senyuman.

Ibu. . .kalaupun aku punya uang banyak, aku akan tetap menyisihkan sebagiannya untukmu. Dan pilihanku juga tetap sama, aku akan membelikan sepatu yang setidaknya lebih bagus dari yang sebelumnya. Kenapa? Satu hal yang harus ketahui mengenai alasanku.

Aku tidak ingin surgaku terlihat lecet akibat dari suatu goresan. Apapun itu. . .

Maka dari itu, kuberikan ia sepatu untuk melindungi surga indahku, IBU J

Rabu, 04 Juni 2014

BACA DULU, BARU NGANGGUK!

kalo lo sebut masa PKI adalah masa terkelam, terus masa cinta lo sama doi disebut apa?
gue ga ngerti ya, tujuan orang buat pacaran apasih? supaya dikira laku? eh jatohnya dianggap murahan. apalagi buat cowo-cowo tuh. ngeliat cewe langsung deh suiiit suiiit. ewwh -_-

diajak kenalan? so pasti :D

minta nomer hp, modusnya sih "pengen kenal lebih dekat"

PDKT trus nembak. naaaah di momen ini yang paling menentukan. kalo si cowo diterima, dia merasa.....ah entahlah. sayangnya gue bukan cowo guys. kalo ditolak? ya cari cewe yang bisa diajak kenalan lagi lah. minta nomer hp, trus PDKT, ditembak. kalo ditolak lagi? ya itusih nasib dia. kurang ngaca kali. udah tau jelek, sok playboy lagi :D hahahaha najis

nah kalo cowo udah jadian sama cewe, biasanya ada masa - masa mereka merasa bosan. mungkin si cewenya kurang greget. hahahah. bangke. trus dia cari-cari sela buat main serong. cieileeeeeh main serong. hahahah.

trus sering ribut. cek cok sana-sini. ujung-ujungnya putus.


tapi ya readers, cowo tuh punya trik khusus buat mutusin cewe? 

5 dari 10 cewek pernah diputusin dengan kalimat "kamu terlalu baik buat aku" huhuhuh menye banget ewwwh hahaha. tau ga itu kalimat apaan? berdasarkan survey yang gue dapet, itu jenis kalimat penenang suapaya si cewe ga terlalu sakit pas diputusin. bahahahah.
nah lo sebagai CEWE jangan mau kalah bacot sama mereka. why? karena lo bakal dianggap alas kaki. diinjek-injek.

kalo owo lo mutusin dengan kalimat di atas, bales aja; "terus kalo aku terlalu baik buat kamu, type cewe yg pas buat kamu tuh yang gimana? yang brengsek? yang bajingan? yang bisa diajak tidur?" hahahah dijamin deh mereka pada kicep.


selamat mencoba ya readers ;)

Minggu, 02 Februari 2014

Hati Korban Tabrak Lari

Bertemu dengan lo, mungkin itu anugerah terindah dalam hidup gue. Di tempat yang gak terdugadan di waktu yang gak disangka-sangka, kita berkenalan. Kita berjabat tangan dengan mata yang beradu dan dilengkapi sebuah senyuman hangat.

Walaupun awalnya biasa aja.

Gak ada yang spesial dalam percakapan kita setiap harinya. Gak ada yang hebat yang sanggup membuat gue tertarik.

Namun lo beri sebuah kelebihan

Sebuah kelebihan yang gue jarang dapat dari kebanyakan orang. Perhatian, perjuangan, dan rasa ingin melindungi mulai menggelitik daun pintu hati ini.

Pintu itu pun terbuka.

Hari-hari kita lewati dengan tawa yang renyah, mampu ngobatin sakit hati gue dengan beliau-beliau sebelumnya. Setiap gue terbangun dari tidur, satu sapaan dari lo ngerubah gue untuk memulai hari dengan senyuman. Hal yang paling jarang gue lakukan.

Gue jatuh cinta.


Awalnya gue gak ngerti sama apa yang gue rasain. Makin ke sini, lo kayak nikotin yang bikin gue kecanduan. Ngeliat lo ibarat nyawa yang bikin gue sadar bahwa hidup memanglah sangat berarti. Dan gue mulai terbiasa dengan perasaan ini.

Saat itu pun tiba.


Saat di mana gue udah ngasih ¾ dari hati gue buat lo, sesuatu yang beda pun mulai mengusik semua yang udah gue bangun di alam mimpi. Saat di mana gue udah nutup hati buat yang lain, saat itu juga gue ngerasa kehilangan lo. Perlahan, candi cinta yang udah susah payah gue bangun mulai manunjukkan gejala keruntuhan. Nyaris rata dengan dataran keputus-asaan.

Mungkin gue salah.


Mungkin gue salah mengartikan sinyal yang menyilaukan mata. Hingga pada akhirnya gue gak bisa bedain, mana yang modus dan mana yang tulus. Mungkin gue salah mengartikan perasaan yang gue anggap itu cinta. Hingga pada akhirnya, sulit bagi gue buat ngerasain bahagia lagi.

Gue berhenti.


Gue gak tau harus berjalan menuju lo atau gue stop dan hanya memandang lo dari sini, dibalik celah hati yang telah hancur. Katanya, hawa tercipta dari tulang rusuk adam... jika lo nyakitin gue, apa lo gak ngerasain sakit yang sama? Apa lo gak ngerasain pahitnya jadi yang disia-siakan?

Gue ikhlas.


Jika pilihan lo untuk pergi, pergilah. Jika pilihan lo buat ngejauh, silakan. Jika lo pengen ninggalin gue, gue ikhlas. Gue belajar dari apa itu mengalah untuk menang. Gue belajar buat damai sama hati gue sendiri. Walaupun sakit! Yang gue tau, gue sendiri yang udah nyakitin hati gue karena udah jatuh dalam sungai cinta lo dan hanyut dalam arusnya yang deras banget. Bahkan dipenuhi kerikil tajam. Sakit!

Satu hal yang harus lo tau.


Gue gak dendam. Gue gak ada niat buat ngebales sakit itu. Jika lo bahagia dengan cara lo yang ninggalin gue secara tiba-tiba, gue turut berbahagia. Tapi, gue gak mau lo datang lagi di kehidupan gue dan lo ngadu tentang apa yang lo dapat setelah ninggalin gue. Karena gue gak sanggup denger lo disakitin, sama kayak apa yang lo lakuin ke gue.

Selasa, 11 Juni 2013

Aku Memang Pecundang, Maafkan Aku

Hari ini adalah hari kebebasanku. Ya, setelah 7 tahun lamanya aku mendekam di dalam jeruji besi. Bau aroma tak sedap, dinginnya lantai penjara, dan liarnya manusia yang ada di sana. Kini aku telah bebas. Bebas menghirup kebebasanku.
Aku telah merasakan kejamnya hukum dunia atas perbuatan yang sebenarnya tidak kulakukan. Walaupun aku sadar, aku memang manusia yang selalu merugikan orang. Terutama keluargaku. Ratusan juta uang yang telah mereka keluarkan untuk menebusku dari sel, tak mampu untuk membebaskanku saat itu. Entah apa kabar mereka.
Aku bingung harus melangkah ke mana. Percuma saja aku kembali pulang, toh ternyata rumah yang dulu pernah menjadi bagian hidupku sudah ditempati oleh orang yang tidak kukenal. Lelah rasanya jika terus berfikir. Karena bukan tidak mungkin mereka akan mengusirku. Ya Allah, ke mana kaki ini akan aku langkah kan?
7 tahun telah cukup menjadi cambuk yang teramat perih yang pernah kurasakan dalam hidupku. Barang haram yang sama sekali tidak pernah kunikmati, mampu menjerumuskanku ke dalam gelapnya sel tahanan. Ya aku juga paham, mungkin ini hukuman karena sebagian dari hidupku telah kuhabiskan dengan tanganku yang “panjang”.
Tapi, apakah mereka percaya bahwa aku ingin menjadi orang yang berguna? Tidak. Ku coba untuk mendatangi salah satu saudara yang masih jelas kuingat di mana rumahnya. Jelas saja, begitu mereka melihatku, seperti melihat buronan yang akan membinasakan mereka. Ku elus dadaku sambil menahan perih dan air mata yang hendak menetes. Kupalingkan wajahku ke belakang, kutatap langit yang seakan menertawakanku. Aku hanya bisa mengatakan, “aku pantas mendapat perlakuan ini.” Sambil tersenyum getir.
Ke mana aku harus mencari orang tuaku? Kakak-kakakku? Istri dan anak-anakku? Kaki k uterus melangkah walaupun hampir patah rasanya puluhan kilometer telah kulalui dengan berjalan kaki. Aku tidak memiliki uang sepeserpun untuk naik bis atau angkutan umum. Aku mendatangi tetangg di dekat rumah yang sudah dijual itu.
Cerita-cerita kelam semasa di tahanan kulontarkan. Pahit getirnya pil kehidupan rasanya ingin kumuntahkan kembali. Kutatap wajah tua itu, “bapak tau di mana orang tuaku sekarang tinggal?” dia menggeleng. Kulihat dia berdiri di depan pintu rumahnya, “ayahmu sudah meninggal 4 tahun yang lalu.” Bak disambar petir, hatiku terasa teriris. Mataku mulai panas. Ya Tuhan….. Aku tak tau harus berkata apa lagi. Sosok itu telah tiada dan aku belum sempat melihatnya untuk terakhir kali. Air mataku menetes. Kutundukkan wajahku, menyesali sesuatu. Bapak tua itu kembali ke tempat duduknya, menepuk pundakku, “abangmu si Rahim juga ikut menyusul ayahmu setelah 40 hari kepergiannya.” Kali ini aku benar-benar tak kuasa menahan tangis. Lututku terasa lemas. Kupeluk bapak tua itu. Tanpa berkata-kata aku langsung meninggalkan rumahnya.
Aku bergerak menuju sebuah warung yang pemiliknya juga aku kenal. Bu Yayu tersenyum melihat kedatanganku, namun senyum yang tak bersahabat. Ku usahakan untuk memperlihatkan wajah seramah mungkin. “Bu, saya minta selembar kertas, boleh?” Bu Yayu mengiyakan permintaanku. Dengan segera ia kembali dengan selembar kertas di tangannya. Ku ambil kertas itu. “pinjem pulpennya juga, bu…” kataku sambil menahan lapar. Kakiku semakin bergetar, tak kuasa menopang tubuhku. Dengan susah payah aku menuliskan sesuatu di sana.
Ini aku, Agus Abdi si pecundang dan selalu menyusahkan kalian. Aku gak bermaksud untuk mengusik kehidupan kalian atau mengganggu ketentraman kalian. Aku juga gak meminta sepeser uang pun kepada kalian. Aku hanya ingin minta maaf atas kelakuan burukku selama ini, atas kesalahan-kesalahanku yang mungkin tak pantas untuk dimaafkan. Aku ingin jalanku tenang dengan kata maaf dari kalian. Terutama Emak yang sudah membesarkan aku dengan kasih sayangnya meskipun aku bukanlah darah dagingnya. Kepada kak Heni, yang selalu menyayangiku seperti adik kandungnya sendiri, kepada bang Indra yang selalu aku susahkan hidupnya. Kepada Ayah yang telah meninggalkan kita, dan bang Rahim juga. Surat ini kutitipkan kepada Bu Yayu. Jikalah aku harus menyusul Ayah dan bang Rahim, aku ingin jalanku dimudahkan… Terima kasih atas budi baik kalian selama ini. Maafkan Aku…
Dengan tangan bergetar kuserahkan surat itu kepada Bu Yayu. Hingga aku kehilangan kesadaran, dan kurasakan sesuatu yang keras membentur kepalaku…



narasumber: Agus Abdi~

Jumat, 07 Juni 2013

Keluh - Kesahku Padamu, Bung

Kepada Yth: 

Bung Ir. Soekarno 

Di Tempat. 

Bismillahirrahmaanirrahiim . . . Assalamualaikum wr, wb. Suatu kebanggan tersendiri bagi saya karena dapat menitipkan sepucuk surat ini kepada Bung, sosok yang sangat saya kagumi.

Sebelumnya saya ingin mengucapkan “selamat ulang tahun” kepada Bung. Semoga kelak ada Soekarno muda yang memiliki semangat juang yang tinggi untuk menyelamatkan bangsa ini seperti Bung. 

Saya berterima kasih kepada Bung dan segenap pahlawan Indonesia atas 67 tahun (lebih) silam yang telah memerdekakan bangsa ini. Dan selama 17 tahun di dalam hidup saya, saya dapat merasakan indahnya negeri ini meskipun tidak seluruh pelosok negeri ini saya telusuri. Dalam surat ini, saya berusaha merangkaikan kata demi kata yang sejak lama telah bersarang di dalam benak dan fikiran saya. Di sini, saya akan mengutarakannya semua. Dan semoga semua orang yang membaca surat ini dapat memahami maksud saya. 

Bung, saya tau semua orang punya ambisi, termasuk saya. Saya punya ambisi yang sangat besar untuk dapat membanggakan kedua orang tua saya dengan prestasi saya, meskipun saya bukanlah orang yang terlalu pintar. Saya juga tau Bung memiliki ambisi untuk melepaskan bangsa ini dari penjajahan yang merajai ibu pertiwi selama berabad-abad. Saya tau itu bukanlah hal yang mudah, semudah menjetikkan jari. Hingga pada akhirnya di tanggal 17 Agustus 1945 Bung telah memproklamirkan kemerdekaan kita di atas negeri yang sungguh indah ini. 

Tapi, Bung… Apalah arti merdeka itu sendiri jikalau penjajahan masih berlaku sekarang ini? Apalah arti merdeka jika rakyat kita ditindas oleh korupsi yang membabi buta? Apalah arti merdeka jika “mereka” masih diperbudak oleh “jabatan”? Apalah arti merdeka jika masih banyak pemuda-pemudi bangsa yang putus sekolah karena faktor ekonomi? Apalah arti merdeka jika si miskin terus saja berteriak “kami kelaparan…”? Apalah arti merdeka jika narkoba telah menjerumuskan sebagian pemuda bangsa ini ke dalam gelapnya dunia obat terlarang? Apalah arti merdeka jika “kriminalitas” masih merajalela di sekeliling kita? Demonstrasi di depan gedung-gedung “wakil rakyat”, bentrok antara warga dan aparat keamanan karena sengketa lahan, aparat “A” vs aparat “B” , biaya pendidikan yang semakin mahal, subsidi untuk rakyat kita lari entah ke mana, serta sandiwara politikus yang sesungguhnya tidak saya mengerti… 

Bung, apa arti merdeka itu? Yang saya tau secara garis besar, merdeka itu adalah BEBAS. Apakah sekarang ini kita telah merdeka jika disandingkan dengan masalah-masalah yang saya paparkan di atas? Bung, jika memungkinkan, saya ingin sekali memeluk bangsa ini melalui surat saya. Saya ingin merasakan beban mereka yang berteriak “kelaparan” agar semua yang membaca surat ini ikut merasakan betapa keras dan tajamnya kerikil kehidupan di negeri ini. Bung, jika umur saya panjang dan saya diberi kesempatan sekali saja, ingin rasanya saya memerdekakan bangsa ini dari masalah-masalah yang telah saya lihat sejauh ini. Ingin rasanya berjuang layaknya para pahlawan yang mengorbankan nyawa mereka di medan perang. Saya rela berperang dengan masalah di atas, jika Tuhan mengizinkannya. Namun saya sadar diri, apalah daya seorang remaja 17 tahun yang sedang diselimuti emosional yang sulit dikontrol?

Bung, andaikan kau masih berdiri tegak, saya ingin memberikan surat ini langsung ke tanganmu. Saya ingin melintasi Ibu Pertiwi bersama Bung. Kita sama-sama mencari tau, apa saja problematika yang melanda tanah air kita? Siapa yang harus bertanggung jawab atas semua permasalahan ini? Dan apa solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah ini? Namun itu hanyalah andai-andai saya semata. Semoga saya menemukan Soekarno muda setelah saya menulis surat ini.

Bung, saya sering bertanya kepada Ibu saya, “Bu, kalau kita ingin mengungkapkan keluh-kesah tentang Indonesia saat ini, apa mereka akan mendengarkan?” namun Ibu saya selalu menggelengkan kepalanya. Saya tidak tau apa maksudnya. Apa ia tidak tau atau sesungguhnya ia menjawab, “tidak akan pernah.”

Bung, bersama surat ini saya harap saya mendapat jawaban arti “MERDEKA” yang sesungguhnya. Merdeka yang hakiki yang dapat mensejahterakan rakyat kita. Semoga untaian kalimat yang saya tumpahkan dapat mencairkan hati mereka yang sebenarnya tidak pernah beku dan membuka mata mereka yang sebenarnya tidak buta, serta mereka ikut meresapi apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Sekian surat dari saya, mohon maaf apabila ada kata-kata yang tidak sepantasnya saya keluarkan. Akhir kata, Asslamualaikum wr, wb.

Hormat saya, Januarika Indriyani Sahputri

http://www.filmsukarno.com - #SuratUntukBung