Minggu, 15 Juni 2014

SEPATU UNTUK SURGAKU



“Tidak semua ibu memiliki anak, tapi semua anak pastilah memiliki seorang ibu.” Aku. Ya, begitupun aku. Memiliki seorang ibu, namun takdir di kemudian hari tidaklah kuketahui akankah kumiliki sosok seorang anak yang kelak memanggilku dengan sebutan “ibu”?

Sembilan bulan aku hidup di dalam rahimmu. Kau jaga aku, agar aku sampai pada saat yang kau nantikan. Hingga detik ini aku masih tetap bernapas, berbicara, dan mengutarakan semua ini di usiaku yang lebih dari sepertiga usiamu.

Tak terasa jutaan langkah telah kulalui, bu. Itu semua tidak lain dan tidak bukan berkat pengorbananmu. Jikalau saja kau tak pernah mengajarkanku berjalan walau tertatih aku tidak akan sampai pada langkah di detik ini.

Tidak semua perbuatanku mampu menyenangkan hatimu. Kadang aku terlalu dini untuk memahami perasaan khawatirmu menjaga titipan dari Tuhan ini. Aku terlalu dini untuk membayangkan kelak aku berada di posisimu yang kerap kali kukecewakan bahkan membuatmua terus-terusan mengelus dada. Aku juga terlalu dini untuk memikirkan tanggung jawab seorang ibu yang bekerja, memasak membimbing, menyekolahkan, dan tentunya menghidupiku yang hampir setiap hari membuatmu kesal.

Kau tidak pernah menuntut diberi intan permata guna membalas seluruh jasa. Kau tidak pernah mengungkit isi dunia yang kau kenalkan melalui kata-kata. Kau lebih dari mampu untuk menjadi sosok yang berharga dan terus memastikan aku tetap bahagia.

Pernah kumencicipi getirnya mencari selembar uang dengan butiran keringat. “Pikirkan kesehatanmu”, adalah nasehat yang akan selalu kuingat. Kusisihkan rupiah-demi-rupiah demi membahagiakan raga yang selalu menjalani hidup dengan semangat. Sadarku tak mampu membalas semua itu dengan cepat.

Ada beberapa bagian dari uang milikku yang telah kutekadkan untuk membeli sesuatu. Apa itu? Entahlah. Aku tidak tahu benda apa yang tak kau miliki. Jikalau ada yang belum terpenuhi, pun aku sadar akan nominal uang digenggamanku. Kuputuskan untuk membeli sepasang sepatu untukmu, bu. Meski aku tahu, sepatu-sepatu yang kau miliki jauh lebih mahal dari yang akan kuberi untukmu. Apalah arti sepatu ini, terlalu sederhana mungkin.

Di rumah, kuberikan sepatu itu untukmu, bu. Dan seperti biasa kau selalu mengeluhkan perihal keborosanku. Tidak. Ini tidak mahal dan aku tidak akan pernah mendekati keborosan dalam hidupku. Aku selalu berpegang teguh pada sikapmu yang selalu menjadi pribadi sederhana dan hemat. Aku tak menghiraukan omelanmu.

Kupinta kau untuk memakai sepatu yang tak seberapa dibanding dengan koleksi yang kau miliki. Dan ternyata. . .ukurannya sesuai dengan kakimu. Aku terlalu terharu hingga aku menitikkan air mata dibalik sebuah senyuman.

Ibu. . .kalaupun aku punya uang banyak, aku akan tetap menyisihkan sebagiannya untukmu. Dan pilihanku juga tetap sama, aku akan membelikan sepatu yang setidaknya lebih bagus dari yang sebelumnya. Kenapa? Satu hal yang harus ketahui mengenai alasanku.

Aku tidak ingin surgaku terlihat lecet akibat dari suatu goresan. Apapun itu. . .

Maka dari itu, kuberikan ia sepatu untuk melindungi surga indahku, IBU J

1 komentar:

  1. hanay sekedar silaturahmi antar blogger,

    ditunggu kunjungan balik na sis,

    http://adeputrasuma.blogspot.com/

    BalasHapus